Kisah Inspiratif Pak Gatot, Penjual Es Goreng bisa kuliahkan 3 anaknya hingga S2




foto: Brilio.net/Faris Faizul Aziz
Setelah melakukan tiga kali percobaan, akhirnya Pak Gatot pun menemukan es potong ala citarasa yang khas. Pada sat itu, membuat es potong buka perkara mudah. Hal itu dikarenakan pada era 80-90an, tak ada sambungan listrik di tempat tinggalnya, hal itu memaksa Pak Gatot mencari jasa setrum listrik pembuat es batu.
Adonan mentah es potong tersebut 'diseterumkan' ke lapak es batu berjarak kurang lebih 15 kilometer dari rumahnya. Setelah es potong yang diberi nama 'Es Masa Kini' membeku, Pak Gatot menjualnya dengan mengayuh sepeda sekitar 15 menit dari lokasi penyeteruman.
"Kebetulan saya dolan-dolan (jalan-jalan) sambil jualan arum manis itu di daerah Tempel, Sleman, itu ada perusahaan es batu kecil tetapi laris, esnya nggak gede-gede, cuma ukuran batako. Saya beranikan diri, (menanyakan kepada penjual es batu) kalau bisa bikin es, saya numpang nyetrum gimana? Saya mbayarnya manut (ikut), ya sudah boleh, dicoba perkiloan, sekilo Rp 15 pada waktu tahun 1981, saat anak saya lahir," Pak Gatot bercerita.
Ia menjual es potong tersebut di depan komplek sebuah pabrik di daerah Jalan Magelang-Yogyakarta.
"Saya jualan itu paling 1,5 jam habis, karena orang membeli es satu batang panjang," cerita Pak Gatot. Inovasi es tersebut pun diminati para pekerja pabrik karena rasa yang lezat dan harga yang sesuai kantong.
"Saya kalau ke Tempel itu naik angkutan, saya bikin (es) cepat-cepat disetrumkan, 10-15 menit sudah keras (beku), terus saya jual. Jadi saya bangun jam 3 pagi bikin, jam 6 saya lari ke Tempel, nyetrum, paling setengah 7 pagi sudah matang es-nya, saya jual pakai sepeda, gerobak saya tinggal di sana (tempat setrum)," lanjut Pak Gatot.

Related Posts

Post a Comment

Loading...
Subscribe Our Newsletter